Rss Feed
  1. Will You?

    Tuesday

    Langit hitam tak selalu berarti kelam. Layaknya keadaan di siang gelap nan jauh dari malam.
    Ini pertama kalinya aku pulang, dan memikirkanmu dengan senang. Tak ada lagi terkaan buram mengekang.

    Bagai semburat jingga di pagi hari yang meninggalkan gelapnya langit.. waktu menghilangkan pecahan ragu sedikit demi sedikit.

    Daun-daun hijau yang basah, kaca bis yang seakan berembun, macet kota besar beserta suara klaksonnya yang memekakkan telinga, seakan membentuk guratan lukisan baru dengan denting irama sendu.

    Ternyata sudah tak abu-abu, wahai kau sang penyuka hidung pesekku...
    Ternyata tak salah menerka, wahai kau pemilik pesona yang tak bisa biasa-biasa...

    Semoga tak sesingkat dulu.
    Semoga kau hendak menjadikanku candu... hingga dapat selalu menunggu.

    Will you?




  2. Abu-abu

    Saturday

    Berdirimu disana, membuatku hendak merana karena ragam bentuk pesona.
    Kau, tidak bisa sekali saja membuatku biasa-biasa?

    Namun disetiap pandangmu ketika bertemu pandangku, selalu menyiratkan sesuatu. Apa hanya perasaanku atau memang nyatanya benar begitu?

    Rasanya memang sangat abu-abu, wahai kau-yang-sepertinya-menyukai-hidung-pesekku.

  3. Guru konselingku pernah bilang bahwa komunikasi antar kau dan ia yang saling memandang mata lekat-lekat, akan membawa kalian ke gelombang sama. Artinya, semua rasa dapat sama-sama dirasa.

    ***

    Sore itu seperti sore biasanya, sibuk dan saling mengabaikan. Sudah biasa, kita seperti semula merasa tidak harus saling bertegur sapa. Sekarang dan bahkan hari-hari sebelumnya, kita selalu bersama walau dalam gelombang berbeda. Maksudku, we aren't us yang dulu. Ternyata memang aku yang terlalu bersikeras pada keadaan, ya. Kau sudah berbeda, harusnya.. dulu.. kuterima. Namun aku terlanjur berkata bahwa aku akan berada di tempat yang selalu dapat kau lihat.
    I've made it. Aku disini, di tempat yang bisa kau lihat -melihatmu.

    Gurauan kawan terdengar makin lantang memenuhi ruangan. Kau di seberang sana, sesekali tertawa dengan lelucon sore ini. Ck, betapa aku rindu raut itu.
    Aku sudah tak peduli dengan penampilan, kupikir toh dulu saja kau menerimaku dalam keadaan terkucal sekalipun (situasi memang tidak bisa membuatku selalu cantik). 
    Lalu terpikir lagi, ah.. Sepertinya terlalu terburu. 
    Tetapi... First impressionmu..

    "Ney.. Rambutmu.." Bilangmu tiba-tiba. Telunjukmu sekarang sedang di salah satu bagian rambutmu sendiri, matamu berbicara pada mataku -seperti dulu-, memberi pertanda bahwa di rambutku ada sesuatu. Dan bibirmu? Tersenyum.
    Ah.. Sekarang kau telah membawaku ke waktu lalu.

    Aku meraba bagian poniku, membuang sesuatu itu darisana. Lalu Merapikannya.
    Apa yang kau lakukan omong-omong? Benarkah kau sedang memandangku lekat? Memandang bola mataku? Tanpa kata, hanya bibir yang terkulum?
    Ya Tuhan. Kami sedang dalam gelombang yang sama.

    Sepersekian detik, aku pergi menunduk. Dalam gelombang yang sama.. tidaklah semudah yang dikira. 

    Sama-sama merasa? Ya, tapi siapa yang lebih tahu hati manusia? Tidak ada kecuali Yang Maha Kuasa. 

    Semoga, apa yang kurasa kau juga sama. Ah, tidak juga!
    Semoga apa yang kurasa bilamana tak dalam tempatnya... Dihilangkan saja. 

    Sukses untuk kita.


  4. Why do birds suddenly appear, every time you are near?
    Just like me, they long to be close to you..
    Why do stars fall down from the sky, every time you walk by?
    Just like me, they long to be close to you..

    On the day that you were born the angels got together
    And decided to create a dream come true..
    So, they sprinkled moon dust in your hair of gold,
    And star-light in your eyes of blue..

    That is why all the girls in town follow you all around
    Just like me, they long to be close to you...

    On the day that you were born the angels got together
    And decided to create a dream come true..
    So, they sprinkled moon dust in your hair of gold,
    And star-light in your eyes of blue.

    That is why all the girls in town follow you all around.
    Just like me, they long to be close to you...
    Just like me, they long to be close to you...


    And I'm.. one of that girl in town,
    I long to be close to you..


  5. Notes

    Tuesday

    I NEED A SECOND CHANCE.

    Tuhan..
    Lain kali, aku yang akan mengangkat tangan terlebih dahulu sebelum yang lain melakukannya.
    Lain kali, aku akan dengan berani menghadapkan diriku pada masalah, untuk mendapat pribadi yang lebih kuat, yang Kau sukai.
    Lain kali, aku akan memercayai diriku sendiri yang Kau ciptakan tanpa tak bertujuan.

    Berikan aku kesempatan lain Tuhan.
    Segala kuatku ada padaMu. Aku bertumpu atas setiap kesulitan pada kuasaMu.
    Bantulah, ridhailah.. Aamiin.


  6. Kemarin.
    Kemarin kita saling melihat bukan hanya dengan mata indera, namun juga dengan mata hati.
    Aku yakin kita begitu.
    Kalau tak begitu.. Mengapa disetiap lelah, kau menyempatkan mendengar ocehan dan rengekan tak berarti dari hari-hariku yang gelap, sementara harimu juga tak begitu cerah?
    Kalau tak begitu.. Mengapa kita bisa berbicara hanya dari saling memandang?
    Kalau tak begitu.. Mengapa matamu selalu beredar sebelum mataku kau temukan ketika kau hendak berpamitan pulang?

    Sayangnya hari kemarin sudah berlalu.

    Hari ini.
    Hari ini kau melihat hanya dengan mata indera, tak lagi mata hati bersua.
    Aku yakin kita begitu.
    Memang sulit punya rasa, kalau tandingannya logika.
    Aku saja yang terlalu peka, padahal mungkin kau biasa.

    Sayangnya hari kemarin sudah berlalu.

    Hari esok.
    Hari esok, dengan kau yang tak lagi melihat, mungkin mulai melupa menjadi awal untuk hari beda.
    Aku yakin kita begitu.
    Tak ada kata untuk semua, hanya iba dalam asa yang hampa.

    Ah. Sore itu, Rp.13.000, Ice Cream Cola.
    Masih kusimpan struknya baik-baik di meja belajar.



  7. Terence

    Saturday

    Gadis kecil itu kini sudah remaja. Telah banyak dongeng yang diceritakan padanya. Dongeng puteri-pangeran yang tentu meluluhkan rasa. Namun, diantara semua, ia akhirnya berkata,

    "Aku ingin memiliki Terence-ku sendiri. Aku iri dengan Tink".

    Terence. A best friend of Tink's. Best friend. No more.

  8. Tak Apa

    Tuesday

    Tiada lagi kau menjadi angin kecil pelipur lara ketika kegersangan tak lagi menjadi malapetaka, namun berubah menjadi berkah tak terkira. Tak ada gundah dalam berkah. Karenanya, tak ada lagi dirimu bertengger menguasai hatiku lincah.

    Namun, terkadang gulana meradang.. apakah kau ternyata lebih mengenang. Inginku, kau melupakan dan kembali melenggang walau perlahan.

    Dan memang nyatanya, kau melesat secepat kilat. Aku tak heran apalagi terperanjat. Karena itulah yang kau lakukan di waktu lalu, ketika takdir memisahkan kita tanpa meragu. Setidaknya, itu pikirku.

    Betapa aku tak kuasa mengucap salam perpisahan, apalagi berkata agar kau senantiasa berada dalam lindungan Tuhan, seperti yang biasa kulakukan.

    Tanpa bisa diurai maksud hati, akhirnya satu dimengerti.  Kita saling menyingkirkan karena sama-sama jauh dari kesiapan.
    Biarlah urusan pertemuan lain diatur olehNya, sementara urusan kita hanyalah menyiapkan dan memantaskan. Semoga dariku untuk yang terbaik. Kau, aku yang tak pernah menjadi kita.
    Tak apa.
       



  9. Packing time!

    Sunday

    I completely couldn't understand in every moments when I started to migrate.

    I always said those words to my mom while she talked seriously that I have to bring the stuffs as minimal as I can, "Yeah don't worry Mum, I'd like to bring all the stuffs I need the most when I'm in my new place. I won't bring any stuff but the important ones!

    And in the eye of sudden when I have finished packing.. I talked to my own self, "I'm sure all those stuffs are the important ones that I need the most in future. I really would need this. This too! And yea this. And Bla bla bla." 

    *silent for a while*

    "Nevertheless.. those stuffs are too much indeed"

    *staring the stuffs desperately again*

    *deep sigh*

    Always like this. And finally, I always bring a lot of stuffs .__.


  10. Dengan satu langkah berbeda, aku detik ini belum tentu berada di tempatku yang detik ini.

    Karena begitulah takdir yang ini, jenis takdir yang kita sendirilah penentunya. Bentuknya bercabang. Menawarkan beribu pilihan untuk diambil dan beribu pilihan sebagai hasil. Pilihan yang mempunyai harga, tentu saja. Harga yang kau bayar dengan sejumlah faith, action, pray, spirit, patience, effort, commitment, discipline, persevering, positive thinking, thankful, juga sikap dan prinsip lainnya yang dapat berguna sebagai alat bayar untuk hasilmu kelak. Canggihnya, kau dibebaskan untuk membayar semampumu, seinginmu, tidak dipaksa,  pilihan sepenuhnya ada pada tanganmu. Dan, well.. you get what you pay.

    Yes, you get what you pay. Karena sekali lagi, memang begitulah dunia dengan segala aturan alam semestanya, terlebih aturan Tuhannya. Bayar satu dapat satu, bayar dua dapat dua. Bekerja dapat uang, tidak bekerja ya tidak dapat uang. Belajar menjadi tahu, tidak belajar ya tidak tahu.

    Namun terlepas dari itu semua, selalu ada ketika kalimat you get more than you pay menjadi nyata. Kasih sayang dan berkah Tuhanlah yang menjadikannya nyata. Untuk itu, berbaik-baiklah dengan Tuhan, semoga Dia senantiasa memberkahi hidupmu.

    Selamat berbelanja takdir :) 



  11. Karena sesungguhnya sibuk yang menghasilkan rasa lelah, lebih membahagiakan daripada santai yang menghasilkan rasa bosan.

    Tahun ini, kebetulan aku mempunyai hari santai yang sangat banyak. Awal mula aku menikmati hari-hari itu, rasanya semua rencana berjalan dengan benar, tertulis di jadwal harian walaupun kegiatannya tak terlalu penting. Hanya kegiatan holiday ala aku, si gadis rumahan. Menonton film yang sudah menumpuk stoknya, membaca berjudul-judul novel, terkadang meriview biologi SMA, dancefloor rumahan, menulis –cerita, diary, atau mungkin artikel ringan- sampai kegiatan menuliskan acara tayang acara tv yang dirasa menarik, agar tak sampai ketinggalan. Atau untuk tambahan, pergi ke toko buku –yang selalu sangat menyenangkan- dan swalayan –untuk hanya sekedar melihat-lihat dengan membawa keranjang yang bukan troli karena belanjaku cuma formalitas-

    Oh.. semua itu berjalan lancar selama berminggu-minggu, dan aku sangat menikmatinya. Sampai.. tiba pada saat aku merasa muak. Muak menjadi gadis rumahan, walaupun implikasinya kulitku bertambah putih saking jarang berlama-lama dibawah sinar matahari langsung.

    Sejak kebosanan yang amat sangat melandaku, jadwalku berantakan. Aku tak pernah menaati jadwal lagi, bahkan membuatnya saja tidak. Bytheway, aku memang jenis manusia yang suka keteraturan, segalanya akan sempurna bagiku dengan sebuah jadwal. Dan jujur saja, aku tak pernah membayangkan seperti ini rasanya bosan di rumah. Padahal aku gadis rumahan yang setia rumah. Sebelum ini, aku tak pernah bermasalah dengan liburan full di rumah, dan menghabiskan masa-masa romantisku dengan buku –novel- juga film.

    Suatu hari setelah kepindahanku, barang-barang di rumah ini bertambah dengan barang-barang pribadiku dari kamar kontrakan lamaku. Aku tak punya semangat untuk membersihkan debunya, memilah-milah mana yang masih terpakai dan tidak, juga menatanya kembali di kamarku –yang kecil, dan semakin disesaki barang-. Saking terlalu banyaknya barang, tiga koper yang berisi baju-bajuku teronggok begitu saja di pinggir kursi ruang tamu. Ah, ruang keluarga sudah tak bisa menampung barang-barang besar seperti itu, terlalu sesak melihatnya. Ruang makan sudah dipenuhi barang imigranku yang lain. Kamarku jelas tidak akan muat dijejali tiga koper, kamar orangtuaku tak mungkin dititipi barang-barang ini, lagipula tidak akan muat. Kamar adikku, jangan ditanya. Menampung barangnya sendiri pun aku kasihan melihatnya, oh kamarnya kecil sekali. Ada satu ruangan yang cukup sebenarnya, tempat segala penyimpanan barang terbengkalai lainnya. Bukan gudang ya! Tapi aku tidak tega menyimpan koper-koperku disana, lagipula nanti akan kupindahkan semua bajunya ke lemariku –yang tentu akan semakin sesak-.

    Ternyata, semua itu tidak kubereskan selama berbulan-bulan. Waktu liburku kali ini benar-benar membuatku menjadi pemalas ulung. Sampai suatu ketika, aku mencoba memulai dari yang tersederhana –daripada tidak, pikirku- yaitu merapikan hanya satu bagian kecil di lemari bajuku yang ukurannya tak terlalu besar. Aku mengerjakannya dengan setengah kemalasan, mulanya. Tetapi lama-lama toh asik juga, semuanya tampak lebih rapi dan rasa stressku –akan kebosanan- mulai berkurang. Kurasa lain kali aku harus melakukan ini sejak subuh, agar hormon kortisolku dapat ditekan jumlahnya yang tentu akan meminimalisir stress, pikirku. Dan ketiku itu selesai, rasanya tanganku tak bisa berhenti untuk merapikan bagian-bagian lainnya, lalu dengan riang dan semangat yang masih membara, aku berlanjut ke bagian-bagian lainnya. Tak cukup sampai disitu, aku buru-buru membongkar isi koperku satu persatu, mengangkut bajuku dari sana dan memindahkannya ke lemari bajuku. Merapikannya, sangat rapi. Bagian baju paling atas dan paling bawah sudah otomatis kumasukan ke ranjang baju kotor, takut akan debunya. Semangat masih menjalar, melihat hasil yang membahagiakan. Dan akhirnya, mereka semua sekarang terlihat sangat rapi dalam lemariku. Dan penuh sesak. Tapi rapi.

    Lalu, dengan rasa capek yang cukup terasa –karena sudah sangat lama sejak terakhir becapek-capek-, aku berlanjut dengan dua box kardus yang berisi buku-buku lamaku, juga pernak-pernik, dan barang-barang lainnya yang biasa terpasang di meja belajar –atau meja mainan-. Bagian ini cukup menyita waktu dan tenaga, karena tak hanya sekedar merapikan. Aku tergopoh-gopoh mengangkat, juga memilah mana kertas atau buku yang tak akan pernah terpakai lagi, dan mana yang masih berharga. Dengan tugas seperti itu, aku juga otomatis membaca, mengenang-ngenang ketika aku dulu berhadapan dengan kertas-kertas itu –entah kertas soal ujian, saringan masuk universitas, piagam penghargaan, rapot SMA yang membuatku cukup gembira, kerangka kasar essai, juga kertas yel-yel kelompok ketika ospek dulu. Semuanya tersimpan dalam arsipku yang segunung. Selain itu, aku harus membersihkan satu persatu kertas dan buku yang tersaring di barang-masih-terpakai. Debunya banyak sekali. Tetapi, masa-masa seperti ini yang capek, terbayar rasanya. Kenangan-kenangan terus berkelebat dalam pikiranku, membuatku tersenyum, bersedih, berbangga, bahkan terkikik. Dan dengan memakan waktu berjam-jam hanya untuk dua kardus sedang, pekerjaanku beres sudah. Aku mulai menata buku-buku dan barang-barangku di kamar yang tak punya lemari besar untuk buku-buku. Yang ada hanya lemari kayu kecil yang tentu saja, sudah tak lagi menyisakan tempat untuk buku-buku imigranku yang tebal-tebal dan besar-besar. Akhirnya, kutumpuk buku-buku itu –yang kebanyakan adalah buku-buku formal pejaran dan text book kedokteran yang besar-besar- di bagian sudut kamarku di atas kursi rias –yang kini sudah gepeng bantalnya karena menahan beban buku-. Aku juga mengoleksi buku-buku yang kuberi tema, have fun –berisi novel, buku sastra, buku cerita anak, dan buku motivasi- di dekat bantal diatas ranjang besar kamarku. Aku menumpuknya, belum tinggi baru dua jengkal lebih.

    Ah, kamarku sekarang sudah sesak. Namun, rapi dan bersih dari debu –dan aku harus terus membersihkan kalau tak mau debunya menebal setiap harinya-. Aku juga senang melihat tumpukan bukuku –walaupun tak banyak-  di kamar yang cukup kecil ini. Komik, novel, textbook, semuanya ditumpuk dan ditata dengan rapi dan indah. Ketika kubuka lemari pakaian, aku juga melihat pemandangan yang serupa, namun lebih ekstrim sesaknya, namun rapi. Dan ya! Satu lagi. Aku menengok ke bawah ranjang, ada sepatu-sepatu tercinta yang dengan setia aku bersihkan setiap beberapa minggu sekali. Terlalu sesak untuk menyimpan berbagai lemari –lemari buku dan lemari sepatu- di kamar ini. Jadi yang kulakukan hanya membuat mereka tertata rapi dan sebisa mungkin tak membuatku jengkel karena mereka memakan banyak tempat -_-.

    Dan, begitulah cerita singkat liburan 2013ku yang biasa saja, namun membuatku bahagia karena aku, dan semua di sekelilingku tentunya anugerah  Tuhan. Semoga segala berkah selalu menyertaiku, keluargaku dan teman-temanku sampai hari-hari ke depan yang lama. Semoga kebahagiaan dan kelancaran selalu ada dalam hidup kami.

    Selamat berbahagia untuk bloggie semua! Kau tahu kan aku meridukan blog ini dan tentu saja kau sebagai pembacanya, tapi aku hanya punya ini untuk dibagi, padahal aku sudah menghilang lama. Semoga cukup untuk menghilangkan rindu kalian padaku dan tulisanku. Mari, berbagi cerita. Juga berbagi bahagia.


    Dariku, Ireneu Lestari yang sebentar lagi bertemu kakak tingkat dan segala keribetan ospek. :D 


  12. If I traveled all around the world
    I know what I would find
    Someone half as smart
    Someone half as sweet
    Half as lovely and half as kind

    If I was the ruler of
    A kingdom with a house of wives to choose
    It wouldn’t even quite compare
    To what I’ve got right here with you

    So if I stumble just a bit
    trying to say what’s on my mind?
    Please excuse me cuz I never felt
    the way that I feel inside

    It’s possible
    I may have finally have found my dream come true
    There can never be another you...

    The stars are bright tonight
    They know you are mine all mine
    I knew that it would be alright when my other dreams fell through
    And for this very night I’ve waited all my life
    Standing straight and tall
    I give my all to you
    So please excuse me if I..

    Stumbled just a bit
    Trying to say what’s on my mind
    Please excuse me cuz I never felt the way that I feel inside

    It’s possible
    I may have finally found my dream come true
    There can never be another you
    There can never be another you....

    ---

    There can never be.. another you.

  13. Ah, iya. Sekarang ini saya lagi kepengin banget umroh. Banget.

    Padahal dulu-dulu saya belum kepikiran ingin umroh, ngebetnya jalan-jalan ke Eropa, London terutama.
    Terus, kemarin-kemarin malah nambah destination... ke Korea Selatan. Jepang juga sih, lumayan.

    Mama juga pengin ke Mekkah lagi, katanya. Udah kangen aja, bahagianya gak bisa terungkap dengan kata liat Ka'bah itu, katanya lagi. Setiap ada tayangan Mekkah, orang naik haji, umroh dsb, Mama pasti cerita dengan takjim pengalamannya di Rumah Allah itu. Matanya menerawang, membayangkan betapa beruntungnya beliau menjadi salah satu yang diberi kesempatan singgah di kota kelahirannya Nabi Muhammad.
    Terus, beliau bilang.. "Teh, kalau punya rejeki, nanti teteh umroh dulu, nyoba ke rumah Allah. Mudah-mudahan ada umur dan ada rejeki naik haji nanti.. Kalau umroh mah, Mama ikut lagi ah, pengen lagi kesana..."

    Saya sih waktu itu acuh tak acuh. Wong saya penginnya ke Korea dulu kalau punya uang, belum siap kalau ke Mekkah, pikir saya.

    Tapi bodoh banget seandainya ada rejeki dan kesempatan, saya benar-benar melakukan yang saya pikirkan dahulu itu.
    Iya, saya diberi hidayah, ini. Kepengin... banget ke Mekkah.

    :")






  14. *typing....*

    *stop typing, thinking*

    *deleting a word.. two words... 3 words.....* 

    *deleting all*

    *thinking*

    *typing again*

    *deleting all*

    *thinking*

    Result = No word at all.
    That's what I've been doing lately. Idk why, but feeling really bad is like in every hour. :(


  15. Here's nothing I wanna say but Alhamdulillahirrabilalamin, my Lord my Allah.

    Thank you very much for the chance, strength, health. If I had no blessings from You, I wouldn't have passed those tests. Thank you, I do.

    Thank you for y'all, who always there for supporting me in every words you say, every things you do, and every prayers you pray.
    Especially for my great mom, my great family and my great best-friends.

    Much of thank for you.


    Generous Doctor... here I come.





  16. Nite

    Sunday

     ì˜¤ë¹ .. ì–´ë–»ê²Œ 지내?

    ë³´ê³  싶었어요... ë³´ê³  싶었어요, 오빠. :"

  17. "Apa jadinya aku tanpamu?" Kata Kertas pada Pulpen.

    "Tentu saja, kau akan tetap menjadi kau, Kertas.." Jawab Pulpen.

    "Tapi tidak ada yang akan mengisi bagian-bagianku yang kosong. Aku.. akan menjadi hampa dan takkan tampan lagi.." Timbal Kertas.

    "Kata siapa? Masih ada Spidol berwarna. Hidupmu pasti berlanjut walau tanpaku. Kau juga akan makin tampan bersanding dengan mereka." Jawab Pulpen sambil menunduk. Lalu Pulpen melanjutkan kata-katanya, "Lagipula, kau selalu kesakitan setiap kali aku menggoreskan bahasa cintaku pada bagianmu.."

    "Tidak masalah, aku senang walaupun harus sakit. Kenapa? Kenapa ingin pergi? Sebesar itukah kau membenciku?" Kata Kertas bersedih. Kertas menatap Pulpen, matanya meminta Pulpen untuk tidak pergi.

    "Kau begitu mencintaiku, Kertas? Bagaimana kalau semua bagian di tubuhmu sudah kuisi dengan coretan-coretan cintaku? Masihkah kau ingin bersamaku?" Tanya Pulpen. Kini, matanya menatap mata Kertas sayu.

    "Tentu saja aku ingin kau selalu didekatku, apapun yang terjadi. Aku sanggup menerima coretan-coretan cintamu sebanyak apapun. Bahkan sampai bagian tubuhku robek karena tajam penamu terlalu banyak dan dalam.." Jawab Kertas sangat yakin. Matanya membalas tatapan Pulpen tajam, meyakinkan.

    "Baiklah.. Aku akan tinggal. Tetapi.. mungkin tidak untuk waktu yang lama.."

    "Kenapa? Masih kurang kah apa yang kulakukan untukmu?" Tanya Kertas kembali.

    "Bukan. Bukan begitu."

    "Lalu kenapa kau tidak ingin tinggal untuk waktu yang lama? Kau tidak mencintaiku sebesar aku mencintaimu?" Hati Kertas berdenyut ketika mengatakan itu. Ia takut pertanyaannya barusan memang benar.

    "Bukan." Jawab Pulpen sangat singkat. Kepalanya menunduk dalam. Mata cantiknya kini berkaca-kaca.

    "Lalu kenapa?"

    "Aku..  akan mengatakan bahwa aku mencintaimu sebesar kau mencintaiku.." "Andaikan kuasa, aku ingin tubuhmu sekuat tubuhku. Andaikan kuasa, aku ingin cintaku sebanyak cintamu.. Andaikan kuasa, aku ingin kita selalu bersama dan bergenggam tangan selamanya.." Jelas Pulpen. Ia menarik napas sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya,
    "Cintaku sebesar cintamu. Namun walau begitu, cintaku tak sebanyak cintamu .. Tintaku akan habis di waktu yang tak lama.. Walau pun tubuhku akan bertahan bahkan lebih lama darimu.. Aku tidak berguna lagi bagimu tanpa tintaku. Tintaku lambang cinta terbesarku untuk dirimu, Kertas. Aku.. aku tidak akan pergi. Tetapi cintaku yang akan habis.." Jelas Pulpen. Air mata memenuhi kelopak matanya yang indah, kemudian jatuh bak hujan yang mengalir deras.

    Tak ada jawaban dari bibir Kertas. Ia terkejut dengan kenyataan akan "perbedaan" mereka. Kata-kata Puplen menyadarkannya bahwa mereka memang benar-benar berbeda, mereka benar-benar tidak bisa selamanya bersama. Hanya isakan kecil Pulpen yang terdengar, tak ada suara Kertas. Tak ada.

    "Biarkan.. Biarkan tintamu habis ditubuhku, Pulpen. Selama ini, aku telah menerima tintamu tak terhitung banyaknya. Berikan tintamu sekuat yang kau bisa, agar aku robek. Lalu, kita bisa rusak bersama-sama.." Kata Kertas pelan dan lembut. Pulpen makin terisak, ia pun sama, sangat sedih dengan kenyataan yang ada pada dirinya dan Kertasnya itu.

    "Tidak. Hanya kau yang akan rusak, aku tetap akan kuat dan ut-"

    "Tapi tintamu akan habis, Pulpen. Biarkan aku rusak! Pun aku, akan tidak berguna lagi tanpa tintamu yang mengisiku." Kertas memohon pada Pulpen agar ia mengabulkan permintaannya.

    "Kau akan berguna bagi orang lain, Kertas. Hiduplah, hiduplah. Karena dengan terus hidup, cintaku yang kugoreskan akan berguna pula untuk orang banyak. Dengan begitu, aku akan terus hidup dalam setiap kata, frosa dan kalimat. Hiduplah sampai kau rusak dengan sendirinya. Sampai waktu menelan keutuhan tubuhmu dengan kerapuhan.. Hingga saat itu tiba, cintaku akan selalu menemanimu. Ketika waktu menelanmu, cintaku akan ikut tertelan. Walau tanpa tangan yang saling terpaut, tapi kita akan selalu bersama, Kertas.."

    Lalu, Kertas mulai meneteskan air mata, hatinya berdenyut kencang, sakit.

    Mereka menghabiskan waktu bersama sampai hari itu, hari ketika tanda cinta sang Pulpen habis.
    Sejak hari itu tiba, sang Pulpen tak lagi berbicara, berpuisi dan bernyanyi lewat goresannya.

    Kini hanya tubuhnya yang terkapar damai, ditemani sang Kertas yang tak pernah ingin terpisahkan jarak.. Sampai hari dimana ia akan diambil, hari dimana cinta Pulpen akan bermakna untuk orang lain..

  18. PHP*

    Wednesday

    The Power of Kepepet.

    Di sisa batere laptop yang sudah mencapai 15% dan mungkin akan habis dalam waktu kurang dari 10 menit, aku ingin menulis beberapa baris kalimat simpel nan agak-penuh makna.

    Aku dahulu kala pernah menjadi perempuan PHP*.
    Dan, tidak ingin lagi.

    "Penting ya Ren tulisannya?"

    Iya, penting agak-sekali.
    Barangkali ada stalker yang merasa diPHP-kan. Untuk ia, mudah-mudahan segera bangun. Kamu, sama sekali tidak pernah aku janjikan.

    Jadi, jangan merasa diberi harapan.
    Terimakasih.


    *PHP (Pemberi Harapan Palsu). Anak muda jama sekarang bahasanya makin maju....

  19. Tuhanku Allahku..

    Ijinkan aku menjadi saksi, dan selalu ada disamping dia sampai citanya diijabah olehMu.
    Ijinkan aku menjadi aku yang selalu dia sadari, bahwa dia benar-benar disayangi.

    Ijinin kami jadi kami, yang bisa saling bercermin dengan senyum di bibir kami, kelak.
    Senyum bahagia, ketika kami lihat masing-masing, diijabah citanya olehMu.
    Persis seperti ketika melihat cermin.
    Satu pantulan yang sama.
    Kesuksesan yang sama.
    Walaupun perjuangan yang berbeda.

    Ayu Indah Sari my dear, aku yakin kamu akan sukses sebagai Generous Doctor kelak.
    Aku yakin kita akan sama-sama  memakai jas putih kebanggaan kita, kelak.
    Saat itu terjadi, kita pasti saling berpandangan, dan.. berair mata.
    Haru, Yu.
    Yakin aku, Yu.

    Semangat ya my dear, semangat. Maaf buat segalanya, ya..

    Saat kamu baca ini nanti, aku yakin kamu sudah jadi mahasiswi kedokteran. Pun aku.
    Nanti, kita satu kelas lagi. Nanti, kita sebangku.. atau paling tidak, kita bersebelahan kursi lagi.
    Nanti, giliran aku yang mengajari kamu anatomi, bukan kamu yang mengajariku matematika seperti di SMA.

    Semoga Allah selalu memberi jalan untuk fk-kita. Amin Ya Rabb.






  20. Menurut intuisiku, kita berjodoh, Nik. Nama kita saja sama. Kamu tahu, nama kita sebenarnya satu. Hanya terpaut versi, versi untukku dan untukmu. Ketika seorang teman memanggil kata “Nik!” saat kita sedang bersama –entah memanggilmu, atau memanggilku-, kita akan menoleh bersama. Jodoh! Bahkan nama saja memberi tanda kalau kita ditakdirkan untuk menjadi satu hati. Aku semakin menyukai ini semua Nik, dengan segala ketidakjujuran yang kita jalani. Ketidakjujuran yang jauh dari kebohongan kotor, karena kita benar-benar saling mencinta.

    Dear, Nicholas yang sekarang sedang berbaring dengan mata yang sama ketika sedang berdiri.

    Ada banyak yang tidak kumengerti dari kedekatan kita; aku tidak pernah berselera mengungkapkan kemarahanku padamu. Entah kamu yang terlalu baik, atau aku menjadi terlalu baik sejak bersamamu, hingga hampir tidak pernah kita bersama-sama bertegang urat hanya untuk saling mengutuk.

    Ketika cemburu memburu, yang bersitegang adalah mata. Kamu akan mengerti arti dari pandangan mata–mata bulatku, pun aku akan mengerti arti dari pandangan mata-mata garismu. Aneh, kecembruan ternyata hanya seilmu satu indera, mata. Ajaib.

    Sudah. Sampai saat ini, tidak ada kesalahan yang menggangguku selain serangan rasa cemburu. tentang yang satu ini, aku sangat tahu kita akan bersama-sama menjauhkan diri dari cinta-berbentuk-sama-yang-selain-kita. Tentang diluar ini, kamu yang terlalu sempurna, atau keadaan yang menjadi sempurna setelah adamu, Nik? Aku suka. Aku tidak bosan, aneh.

    Nicholasku yang hatinya berjuta kali lipat lebih murni dari bear-brand milk di toko sebelah,

    Jangan-jangan kamu punya warning alarm di kamarmu ya? Yang kamu hubungkan dengan CCTV di kamarku. Setiap kali sedih, kamu seakan tahu. Kamu datang dengan sedikit bicara, lalu tiba-tiba memintaku bernyanyi. Singing is the best way to express my mood, relieve the pain and increase the please.  Hanya satu kali  aku mengatakannya padamu, dan seumur perkenalan, kamu menerapkannya dalam kebiasaan. Demi aku, demi aku. I love you.

    Ketika sakit melanda, aku bersikeras menyembunyikannya darimu. Aku membeli makan sendiri, membeli obat sendiri. Dan hampir disetiap sakitku, kamu menelefon lama –tidak seperti biasa- yang membuat ketersembunyian  atas sakit itu diketahui. Lalu kamu akan datang, tidak membawa makanan atau obat karena tanpa diberitahu, kamu mengerti aku pasti sudah melakukannya. Kamu hanya akan membawa mata-mata garis itu dengan sayu, bersedih. Lalu kamu bilang “Jangan begini lagi”. Aku akan menjawab “Iya. Janji, maaf..” -bohong. Aku pasti akan begini lagi. Aku tidak ingin, sama sekali tidak ingin membuatmu sulit, walau cuma secuil.

    I love you. I love you. Tidak perlu berlebihan, karena cukup tiga kata ini, dapat bekerja bagai jampi ajaib yang kuasa menekan lembut ruang jantungku hingga alirannya mendesir cepat ke seluruh kapiler tubuh.

    Nicole, a girl who loves you a bunch.  

  21. Aiden. Pssst, I'll tell you something.
    Nicole told me that.. You remind her of Nicholas.
    You both resemble of another.

    Then, she whispered me. She said that unfortunately.... you're just a man on the poster. Ugh.
    I said.. why it's gonna be unfortunating? She has Nicholas bytheway.
    And she answered, "If he were real.. I bet on all stuffs I love, you would do the same as I do to Nicholas."

    Oh, of course. Nicole loves Nicholas so much. She does.