Siang ini langit terlihat biru, dengan awan putih bentuk tak teratur
sedikit demi sedikit membentuk satu pola, dan kemudian berubah lagi
membentuk yang lain. Angin membawanya hendak berjalan, menaungi bagian
bumi satu, dan berpindah ke bagian bumi yang lain.
Masih terdengar suara kicauan burung, walau kini suara kendaraan, las besi dan suara-suara dari proses pembangunan lebih mendominasi. Terasa belaian lembut angin siang Bandung, cukup sejuk tak terlalu gersang. Beruntunglah aku yang kini tinggal disini, kota impian dengan pendidikan impian.
Semuanya terasa begitu nyata di masa sekarang. Aku sudah berada dijalanku. Jalanan tak mudah menuju cita, jalanan yang didamba sejak masa SMA.
Kini semua tinggal dijalani, dibuat baik karena segalanya talah terhampar jelas. Berbeda dengan dahulu, aku yang senang berlarian di ufuk khayal, melompat dari satu mimpi ke mimpi lain. Menjalani mimpi itu satu persatu.
Lagi-lagi, semua ini tak dapat mencegahku untuk kembali ke masa lampau. Seperti bersihir, mengenang yang selalu membuat senang.
Masih dengan lantai merah tua, yang tentu menjadi saksi bisu semua kenangan murid-murid SMA sekolah kami, termasuk aku. Kelas-kelas yang bernamakan tempat-tempat hebat di peradaban Arab. Loker-loker berbentuk rendah yang dapat dipanjat, pada akhirnya menjadi tempat duduk kami ketika sedang beristirahat atau sekadar nongkrong saat kelas kosong. Moving class dan ajang "sempet-sempetin ke kantin"-nya, sepatu berwarna dengan tali sepatu kanan-kiri beda. Dan di siang hari yang rerata lebih akrab dengan sandal karet berwarna pula. Bahkan di akhir, trend membuat mereka berukirkan nama pemiliknya.
Alas makan siang berwarna-warni dan berbentuk bulat, dengan menu yang membuat hati banyak berharap ketika kaki melangkah menuju ruangan makan. Semoga tidak harus ganti telur -untuk yang alergi ikan, udang. Semoga tidak ada kangkung -dikala kelas siang adalah mata pelajaran penting dan tak boleh mengantuk. Semoga menunya enak, semoga ini, semoga itu -berbeda disetiap benak. Dan antrian air minum yang..... Memberi kesempatan untuk menengok ke hamparan meja, menyapu setiap kepala di setiap barisnya. Baris 1, baris 2, 3.. 4.. 5.. Dan bibirmu terkulum ketika kau temukan dia sudah ancang-ancang dengan piring bulatnya, bergabung dengan teman sepermainannya.
Lebih beruntung lagi, ketika ia menyadari kau melihatnya, kemudian kalian saling tersenyum -pipimu merah.
English day, yang membuat bibi kantin juga akhirnya mengatakan "one thousand, two thousand". Wah, pencerdasan yang meluas ya..
Lalu asmaul husna yang -walaupun dilantunkan setiap hari selama 3 tahun- tetap selalu terbalik jika dilantunkan sendiri-sendiri, terpotong di bagian tengah dan tiba-tiba sudah sampai di huruf-huruf akhir. Membingungkan. Namun lancar tiada celah ketika dilantunkan bersama-sama.
Kehidupan yang akan berbeda dengan kalian yang bersekolah negeri, tentu saja. Aku, merasa harus untuk mengucap banyak syukur atas pembentukan jati diri yang begitu hebat yang sekolahku beri.
Tiada drama cinta ala 'SMA' atau.. ala sinetron yang sungguh sangat melebih-lebihkan. Kalaupun ada, hanya beberapa. Yang jelas, dominasinya ya tidak.
Kisah cinta mengalir indah dan sederhana, menjadikan dua insan muda yang jatuh cinta saling bercuri pandang, tersenyum malu di pintu gerbang ketika sekolah telah selesai. Atau di acara sekolah yang terpaksa diikuti dan ternyata 'berbonus' untuk para secret admirer, atau para pasangan setengah resmi. Yang sudah menjadi pasangan, sang lelaki mengetuk pintu asrama perempuan -ragu-ragu dan malu-malu- kemudian membawakan makanan ketika waktu istirahat datang, membuat kaget sang perempuan dan teman-temannya. Senyum merekah dimana-mana. Indah tentu, walau tak semua dari kisah kami semanis itu. Bahkan untuk urusan ketuk-mengetuk pintu asrama perempuan, itu hanya terjadi di waktu dulu, ketika asrama kami belum memiliki barier khusus. Setiap orang cukup mudah berlalu lalang. Berbeda, sekarang ini tak bisa sembarang orang dapat masuk gedung asrama. Apalagi ke kawasan lawan jenis.
Kala gundah meradang, tulisan bercerita. Banyak pula yang
menerjemahkannya dengan nada-nada dan suara. Beberapa dengan karya-karya
memekakkan mata. Tentang cinta, tentang cita, tentang hidup dan
maknanya.
Gap terjadi, sewajarnya seleksi alam terhadap pribadi. Yang islami, berteman dekat dengan yang islami lagi. Yang senang belajar, berteman dengan anak lain yang rajin lagi. Dan aku? Berteman dekat dengan orang-orang yang dengan segala kelebihannya, berlapangdada pada segala kekuranganku. Mereka yang sejak awal Allah kadokan, ditempatkan dalam satu kamar asrama. Orang-orang murni yang menularkan kemurniannya padaku, walau nyatanya itu tidak selalu tercermin pada kehidupan sekarangku. Terlalu batu.
Tak lupa, sahabat-sahabat dekat yang menyayangiku tulus, yang bahkan sampai lulus terlewati jauh, segala bentuk support senantiasa mereka bingkiskan, indah. Kado Allah di akhir masa-masa SMA.
Perselisihan diselesaikan dengan pembicaraan, walau kadang jiwa berontak dan rasa sakit hati yang berlebih menunda kami dari perdamaian. Namun pada akhirnya, tradisi rutin bermaafan seluruh warga sekolah sebelum libur ramadhan menguras air mata kami, semuanya termaafkan.. sungguh ikhlas. Salah satu moment valuable di SMAku.
Aku ingat kata-kata salah seorang teman "Sekolah disini tuh, bikin kita tua sebelum waktunya.." Benar juga, pikirku. Walau kini telah tersadarkan, bahwa tua sebelum waktunya itulah pembentuk sejati jiwa murid-murid. Makna segala dalam hidup yang lebih terasa, bukan hanya sekadar makna kebebasan dan dunia tak terlupakan khas kata-kata anak SMA pada umumnya. Alhamdulillah wasyukurillah, untuk SMAku. Semoga benih prinsip islami, jiwa idealis yang setia pada kebenaran selalu tumbuh menaungi. Semoga Allah senantiasa melindungi.
Guru-guruku, 10-3, 11 IPA 1, 12 IPA 3, teman-teman MPK dan Osis masa jihad 2011-2012, sahabat satu asrama -yang diteruskan menjadi sahabat satu kost, sahabat kelas, kemudian.. Kau. Kau. Kakak-kakak, dan adik-adik yang turut memulas kanvas hidupnya seorang Ireneu. Juga, bibi dan mamang satu Al-Muttaqin...
Terimakasih banyak..
Iren loves you. Insya Allah, Allah loves you more.
Masih terdengar suara kicauan burung, walau kini suara kendaraan, las besi dan suara-suara dari proses pembangunan lebih mendominasi. Terasa belaian lembut angin siang Bandung, cukup sejuk tak terlalu gersang. Beruntunglah aku yang kini tinggal disini, kota impian dengan pendidikan impian.
Semuanya terasa begitu nyata di masa sekarang. Aku sudah berada dijalanku. Jalanan tak mudah menuju cita, jalanan yang didamba sejak masa SMA.
Kini semua tinggal dijalani, dibuat baik karena segalanya talah terhampar jelas. Berbeda dengan dahulu, aku yang senang berlarian di ufuk khayal, melompat dari satu mimpi ke mimpi lain. Menjalani mimpi itu satu persatu.
Lagi-lagi, semua ini tak dapat mencegahku untuk kembali ke masa lampau. Seperti bersihir, mengenang yang selalu membuat senang.
Masih dengan lantai merah tua, yang tentu menjadi saksi bisu semua kenangan murid-murid SMA sekolah kami, termasuk aku. Kelas-kelas yang bernamakan tempat-tempat hebat di peradaban Arab. Loker-loker berbentuk rendah yang dapat dipanjat, pada akhirnya menjadi tempat duduk kami ketika sedang beristirahat atau sekadar nongkrong saat kelas kosong. Moving class dan ajang "sempet-sempetin ke kantin"-nya, sepatu berwarna dengan tali sepatu kanan-kiri beda. Dan di siang hari yang rerata lebih akrab dengan sandal karet berwarna pula. Bahkan di akhir, trend membuat mereka berukirkan nama pemiliknya.
Alas makan siang berwarna-warni dan berbentuk bulat, dengan menu yang membuat hati banyak berharap ketika kaki melangkah menuju ruangan makan. Semoga tidak harus ganti telur -untuk yang alergi ikan, udang. Semoga tidak ada kangkung -dikala kelas siang adalah mata pelajaran penting dan tak boleh mengantuk. Semoga menunya enak, semoga ini, semoga itu -berbeda disetiap benak. Dan antrian air minum yang..... Memberi kesempatan untuk menengok ke hamparan meja, menyapu setiap kepala di setiap barisnya. Baris 1, baris 2, 3.. 4.. 5.. Dan bibirmu terkulum ketika kau temukan dia sudah ancang-ancang dengan piring bulatnya, bergabung dengan teman sepermainannya.
Lebih beruntung lagi, ketika ia menyadari kau melihatnya, kemudian kalian saling tersenyum -pipimu merah.
English day, yang membuat bibi kantin juga akhirnya mengatakan "one thousand, two thousand". Wah, pencerdasan yang meluas ya..
Lalu asmaul husna yang -walaupun dilantunkan setiap hari selama 3 tahun- tetap selalu terbalik jika dilantunkan sendiri-sendiri, terpotong di bagian tengah dan tiba-tiba sudah sampai di huruf-huruf akhir. Membingungkan. Namun lancar tiada celah ketika dilantunkan bersama-sama.
Kehidupan yang akan berbeda dengan kalian yang bersekolah negeri, tentu saja. Aku, merasa harus untuk mengucap banyak syukur atas pembentukan jati diri yang begitu hebat yang sekolahku beri.
Tiada drama cinta ala 'SMA' atau.. ala sinetron yang sungguh sangat melebih-lebihkan. Kalaupun ada, hanya beberapa. Yang jelas, dominasinya ya tidak.
Kisah cinta mengalir indah dan sederhana, menjadikan dua insan muda yang jatuh cinta saling bercuri pandang, tersenyum malu di pintu gerbang ketika sekolah telah selesai. Atau di acara sekolah yang terpaksa diikuti dan ternyata 'berbonus' untuk para secret admirer, atau para pasangan setengah resmi. Yang sudah menjadi pasangan, sang lelaki mengetuk pintu asrama perempuan -ragu-ragu dan malu-malu- kemudian membawakan makanan ketika waktu istirahat datang, membuat kaget sang perempuan dan teman-temannya. Senyum merekah dimana-mana. Indah tentu, walau tak semua dari kisah kami semanis itu. Bahkan untuk urusan ketuk-mengetuk pintu asrama perempuan, itu hanya terjadi di waktu dulu, ketika asrama kami belum memiliki barier khusus. Setiap orang cukup mudah berlalu lalang. Berbeda, sekarang ini tak bisa sembarang orang dapat masuk gedung asrama. Apalagi ke kawasan lawan jenis.
Gap terjadi, sewajarnya seleksi alam terhadap pribadi. Yang islami, berteman dekat dengan yang islami lagi. Yang senang belajar, berteman dengan anak lain yang rajin lagi. Dan aku? Berteman dekat dengan orang-orang yang dengan segala kelebihannya, berlapangdada pada segala kekuranganku. Mereka yang sejak awal Allah kadokan, ditempatkan dalam satu kamar asrama. Orang-orang murni yang menularkan kemurniannya padaku, walau nyatanya itu tidak selalu tercermin pada kehidupan sekarangku. Terlalu batu.
Tak lupa, sahabat-sahabat dekat yang menyayangiku tulus, yang bahkan sampai lulus terlewati jauh, segala bentuk support senantiasa mereka bingkiskan, indah. Kado Allah di akhir masa-masa SMA.
Perselisihan diselesaikan dengan pembicaraan, walau kadang jiwa berontak dan rasa sakit hati yang berlebih menunda kami dari perdamaian. Namun pada akhirnya, tradisi rutin bermaafan seluruh warga sekolah sebelum libur ramadhan menguras air mata kami, semuanya termaafkan.. sungguh ikhlas. Salah satu moment valuable di SMAku.
Aku ingat kata-kata salah seorang teman "Sekolah disini tuh, bikin kita tua sebelum waktunya.." Benar juga, pikirku. Walau kini telah tersadarkan, bahwa tua sebelum waktunya itulah pembentuk sejati jiwa murid-murid. Makna segala dalam hidup yang lebih terasa, bukan hanya sekadar makna kebebasan dan dunia tak terlupakan khas kata-kata anak SMA pada umumnya. Alhamdulillah wasyukurillah, untuk SMAku. Semoga benih prinsip islami, jiwa idealis yang setia pada kebenaran selalu tumbuh menaungi. Semoga Allah senantiasa melindungi.
Guru-guruku, 10-3, 11 IPA 1, 12 IPA 3, teman-teman MPK dan Osis masa jihad 2011-2012, sahabat satu asrama -yang diteruskan menjadi sahabat satu kost, sahabat kelas, kemudian.. Kau. Kau. Kakak-kakak, dan adik-adik yang turut memulas kanvas hidupnya seorang Ireneu. Juga, bibi dan mamang satu Al-Muttaqin...
Terimakasih banyak..
Iren loves you. Insya Allah, Allah loves you more.
0 comments:
Post a Comment