Sore hari tiba lagi.
Cukup lama menuju waktu matahari tenggelam, masih sekitar dua jam lagi, mungkin.
Angin lembut menyapa lagi. Mengelus-ngelus pipiku ceria.
Matarinya cukup terik, ketika kurasa mataku hanya terbuka setengah, menghindar dari silaunya cahaya orange yang sangat kusuka ini.
Terasa, indah kini tersungging dibibir. Walau tanpa kaca, aku tahu ini senyum yang cantik.
Lihat, gaun ini juga cantik, warnanya putih.
Sepatu putih terpasang indah di kaki jenjangku. Bentuknya indah, seperti sepatu kaca milik cinderella, hanya saja yang ini warnanya putih, bukan bening. Hanya saja yang ini terbuat dari sutra, buka kaca. Malah lebih baik, bukan?
Sebentar, sejak kapan rambutku bergelombang? Panjangnya sama, sedikit dibawah bahu. Ini, sangat cantik. Berkali-kali lipat cantik.
Ah, hanya aku disini. Kalau bukan hanya aku, harus jilbab putih yang tergerai cantik, bukan rambut hitam.
Dan, dudukku di atas ayunan. Ayunan berbantal putih dan beratap. Dudukku di pinggir, satu dudukkan tersisa disana, hanya terisi buku. Buku bersampul indah. Bukan gadget, bukan.
Di depan, meja bundar dari kayu berdiri khidmat, menyuguhkan segelas kopi susu. Ya, baru saja aku mencicipinya, memang kopi susu kurasa. Kopi susu terenak yang pernah singgah di indera perasaku.
Kusandarkan punggung dan kepalaku. Rasanya bahagia. Bahagia sekali. Hanya Tuhan yang mengerti besar bahagiaku sekarang.
Dan, ayunan ini bergerak pelan. Aku tidak menggerakannya.
Ketika, ada ia yang tersenyum, sambil mengambil buku bersampul indah itu, memindahkannya ke meja.
Ia duduk, melihat ke depan, dan tersenyum.
Ayunan ini bergerak lagi, lagi, lagi.
Tinggi. Kukira, kepalaku akan sejajar dengan bahunya. Tapi tidak, kakiku jenjang. mungkin kepalaku dengan kepalanya tidak berbeda jauh tinggi.
Putih. Kukira, kulitku akan coklat saat bersamanya. Tapi tidak, kulitku ternyata jauh lebih putih.
Tuxedo putih terpasang rapi. Yang kulihat hanya tangannya, hampir sama dengan warna pakaiannya.
Pun pita dan sepatu putih, terpasang disana rapi, indah.
Jilbab tetap tidak disini, hanya rambut yang melambai-lambai.
Ada apa?
Ternyata senyumku tidak hilang sejak tadi. Sejak ayunan bergerak.
---
Dear, jodohku dan kebahagiaan. Kurasa cerita ini akan terjadi suatu hari. Aku membayangkan, hari itu cuaca di balkon luas kita sedang indah. Aku membayangkan, hari itu aku memutuskan untuk tidak bekerja, dan ada rekan kerja yang siap sedia menggantikan peranku, hingga orang sakit bisa cepat sembuh.
Aku membayangkan, kau juga sama, melepaskan pekerjaanmu untuk sejenak, hingga kantung-kantung hitam di bawah mata itu kini hilang -kau tidur cukup.
Dear, jodohku yang memegang bagian besar dari bahagiaku,
Bahagia kita ternyata sederhana, kau tidak perlu repot-repot mengajakku ke tempat yang indah nan jauh.
Hanya menyiapkan ini semua, di sore hari di atap rumah kita.
Kita tersenyum kan?
Dear, jodohku yang tampan segala-galanya,
Aku memang benar-benar jadi wanita tercantik semenjak disisimu. Hatiku berkapi-kali lipat cantiknya, karena ketampanan hatimu. Terimakasih, jodoh.
Dear jodohku yang teramat ku cinta,
Aku berdoa agar kita benar-benar dijodohkan di akhirat kelak. Tidak hanya disini, di tempat yang sebentar waktunya. Kau juga berdoa yang sama, selalu. Ya?
Dear jodohku.
Terimakasih atas hatiku terpilih. Tetaplah disamping tubuh rapuhku.
Pun aku, akan senantiasa dibelakang jiwa rapuhmu.
Dear.. My dear..
Stay healty, sampai kita benar-benar bertemu, menghalalkan pertemuan, dan menghabiskan waktu bersama.
Jangan tersesat, aku yakin kau bisa sampai dengan selamat, kesini.
Salam rindu dariku.
Aku, your future woman.
-
Aku, your future woman.
Thursday
Posted by Ireneu Lestari at 12/20/2012 08:23:00 PM | Labels: Diary, DuniaKu | Email This BlogThis! Share to X Share to Facebook |
0 comments:
Post a Comment