Karena sesungguhnya sibuk yang menghasilkan rasa lelah,
lebih membahagiakan daripada santai yang menghasilkan rasa bosan.
Tahun ini, kebetulan aku mempunyai hari santai yang sangat
banyak. Awal mula aku menikmati hari-hari itu, rasanya semua rencana berjalan
dengan benar, tertulis di jadwal harian walaupun kegiatannya tak terlalu
penting. Hanya kegiatan holiday ala aku, si gadis rumahan. Menonton film yang
sudah menumpuk stoknya, membaca berjudul-judul novel, terkadang meriview
biologi SMA, dancefloor rumahan, menulis –cerita, diary, atau mungkin artikel
ringan- sampai kegiatan menuliskan acara tayang acara tv yang dirasa menarik,
agar tak sampai ketinggalan. Atau untuk tambahan, pergi ke toko buku –yang
selalu sangat menyenangkan- dan swalayan –untuk hanya sekedar melihat-lihat
dengan membawa keranjang yang bukan troli karena belanjaku cuma formalitas-
Oh.. semua itu berjalan lancar selama berminggu-minggu, dan
aku sangat menikmatinya. Sampai.. tiba pada saat aku merasa muak. Muak menjadi gadis
rumahan, walaupun implikasinya kulitku bertambah putih saking jarang
berlama-lama dibawah sinar matahari langsung.
Sejak kebosanan yang amat sangat melandaku, jadwalku
berantakan. Aku tak pernah menaati jadwal lagi, bahkan membuatnya saja tidak.
Bytheway, aku memang jenis manusia yang suka keteraturan, segalanya akan
sempurna bagiku dengan sebuah jadwal. Dan jujur saja, aku tak pernah
membayangkan seperti ini rasanya bosan di rumah. Padahal aku gadis rumahan yang
setia rumah. Sebelum ini, aku tak pernah bermasalah dengan liburan full di
rumah, dan menghabiskan masa-masa romantisku dengan buku –novel- juga film.
Suatu hari setelah kepindahanku, barang-barang di rumah ini
bertambah dengan barang-barang pribadiku dari kamar kontrakan lamaku. Aku tak
punya semangat untuk membersihkan debunya, memilah-milah mana yang masih
terpakai dan tidak, juga menatanya kembali di kamarku –yang kecil, dan semakin
disesaki barang-. Saking terlalu banyaknya barang, tiga koper yang berisi
baju-bajuku teronggok begitu saja di pinggir kursi ruang tamu. Ah, ruang keluarga
sudah tak bisa menampung barang-barang besar seperti itu, terlalu sesak
melihatnya. Ruang makan sudah dipenuhi barang imigranku yang lain. Kamarku
jelas tidak akan muat dijejali tiga koper, kamar orangtuaku tak mungkin
dititipi barang-barang ini, lagipula tidak akan muat. Kamar adikku, jangan
ditanya. Menampung barangnya sendiri pun aku kasihan melihatnya, oh kamarnya
kecil sekali. Ada satu ruangan yang cukup sebenarnya, tempat segala penyimpanan
barang terbengkalai lainnya. Bukan gudang ya! Tapi aku tidak tega menyimpan
koper-koperku disana, lagipula nanti akan kupindahkan semua bajunya ke lemariku
–yang tentu akan semakin sesak-.
Ternyata, semua itu tidak kubereskan selama berbulan-bulan.
Waktu liburku kali ini benar-benar membuatku menjadi pemalas ulung. Sampai
suatu ketika, aku mencoba memulai dari yang tersederhana –daripada tidak,
pikirku- yaitu merapikan hanya satu
bagian kecil di lemari bajuku yang ukurannya tak terlalu besar. Aku
mengerjakannya dengan setengah kemalasan, mulanya. Tetapi lama-lama toh asik
juga, semuanya tampak lebih rapi dan rasa stressku –akan kebosanan- mulai
berkurang. Kurasa lain kali aku harus melakukan ini sejak subuh, agar hormon
kortisolku dapat ditekan jumlahnya yang tentu akan meminimalisir stress,
pikirku. Dan ketiku itu selesai, rasanya tanganku tak bisa berhenti untuk
merapikan bagian-bagian lainnya, lalu dengan riang dan semangat yang masih
membara, aku berlanjut ke bagian-bagian lainnya. Tak cukup sampai disitu, aku
buru-buru membongkar isi koperku satu persatu, mengangkut bajuku dari sana dan
memindahkannya ke lemari bajuku. Merapikannya, sangat rapi. Bagian baju paling
atas dan paling bawah sudah otomatis kumasukan ke ranjang baju kotor, takut
akan debunya. Semangat masih menjalar, melihat hasil yang membahagiakan. Dan
akhirnya, mereka semua sekarang terlihat sangat rapi dalam lemariku. Dan penuh
sesak. Tapi rapi.
Lalu, dengan rasa capek yang cukup terasa –karena sudah
sangat lama sejak terakhir becapek-capek-, aku berlanjut dengan dua box kardus
yang berisi buku-buku lamaku, juga pernak-pernik, dan barang-barang lainnya
yang biasa terpasang di meja belajar –atau meja mainan-. Bagian ini cukup
menyita waktu dan tenaga, karena tak hanya sekedar merapikan. Aku tergopoh-gopoh
mengangkat, juga memilah mana kertas atau buku yang tak akan pernah terpakai
lagi, dan mana yang masih berharga. Dengan tugas seperti itu, aku juga otomatis
membaca, mengenang-ngenang ketika aku dulu berhadapan dengan kertas-kertas itu
–entah kertas soal ujian, saringan masuk universitas, piagam penghargaan, rapot
SMA yang membuatku cukup gembira, kerangka kasar essai, juga kertas yel-yel
kelompok ketika ospek dulu. Semuanya tersimpan dalam arsipku yang segunung.
Selain itu, aku harus membersihkan satu persatu kertas dan buku yang tersaring
di barang-masih-terpakai. Debunya banyak sekali. Tetapi, masa-masa seperti ini
yang capek, terbayar rasanya. Kenangan-kenangan terus berkelebat dalam
pikiranku, membuatku tersenyum, bersedih, berbangga, bahkan terkikik. Dan
dengan memakan waktu berjam-jam hanya untuk dua kardus sedang, pekerjaanku
beres sudah. Aku mulai menata buku-buku dan barang-barangku di kamar yang tak
punya lemari besar untuk buku-buku. Yang ada hanya lemari kayu kecil yang tentu
saja, sudah tak lagi menyisakan tempat untuk buku-buku imigranku yang
tebal-tebal dan besar-besar. Akhirnya, kutumpuk buku-buku itu –yang kebanyakan
adalah buku-buku formal pejaran dan text book kedokteran yang besar-besar- di
bagian sudut kamarku di atas kursi rias –yang kini sudah gepeng bantalnya
karena menahan beban buku-. Aku juga mengoleksi buku-buku yang kuberi tema, have fun –berisi novel, buku sastra,
buku cerita anak, dan buku motivasi- di dekat bantal diatas ranjang besar
kamarku. Aku menumpuknya, belum tinggi baru dua jengkal lebih.
Ah, kamarku sekarang sudah sesak. Namun, rapi dan bersih
dari debu –dan aku harus terus membersihkan kalau tak mau debunya menebal
setiap harinya-. Aku juga senang melihat tumpukan bukuku –walaupun tak banyak- di kamar yang cukup kecil ini. Komik, novel,
textbook, semuanya ditumpuk dan ditata dengan rapi dan indah. Ketika kubuka
lemari pakaian, aku juga melihat pemandangan yang serupa, namun lebih ekstrim
sesaknya, namun rapi. Dan ya! Satu lagi. Aku menengok ke bawah ranjang, ada
sepatu-sepatu tercinta yang dengan setia aku bersihkan setiap beberapa minggu
sekali. Terlalu sesak untuk menyimpan berbagai lemari –lemari buku dan lemari
sepatu- di kamar ini. Jadi yang kulakukan hanya membuat mereka tertata rapi dan
sebisa mungkin tak membuatku jengkel karena mereka memakan banyak tempat -_-.
Dan, begitulah cerita singkat liburan 2013ku yang biasa
saja, namun membuatku bahagia karena aku, dan semua di sekelilingku tentunya
anugerah Tuhan. Semoga segala berkah
selalu menyertaiku, keluargaku dan teman-temanku sampai hari-hari ke depan yang
lama. Semoga kebahagiaan dan kelancaran selalu ada dalam hidup kami.
Selamat berbahagia untuk bloggie semua! Kau tahu kan aku
meridukan blog ini dan tentu saja kau sebagai pembacanya, tapi aku hanya punya
ini untuk dibagi, padahal aku sudah menghilang lama. Semoga cukup untuk
menghilangkan rindu kalian padaku dan tulisanku. Mari, berbagi cerita. Juga
berbagi bahagia.
Dariku, Ireneu Lestari yang sebentar lagi bertemu kakak
tingkat dan segala keribetan ospek. :D
0 comments:
Post a Comment