Rss Feed
  1. Karena sesungguhnya sibuk yang menghasilkan rasa lelah, lebih membahagiakan daripada santai yang menghasilkan rasa bosan.

    Tahun ini, kebetulan aku mempunyai hari santai yang sangat banyak. Awal mula aku menikmati hari-hari itu, rasanya semua rencana berjalan dengan benar, tertulis di jadwal harian walaupun kegiatannya tak terlalu penting. Hanya kegiatan holiday ala aku, si gadis rumahan. Menonton film yang sudah menumpuk stoknya, membaca berjudul-judul novel, terkadang meriview biologi SMA, dancefloor rumahan, menulis –cerita, diary, atau mungkin artikel ringan- sampai kegiatan menuliskan acara tayang acara tv yang dirasa menarik, agar tak sampai ketinggalan. Atau untuk tambahan, pergi ke toko buku –yang selalu sangat menyenangkan- dan swalayan –untuk hanya sekedar melihat-lihat dengan membawa keranjang yang bukan troli karena belanjaku cuma formalitas-

    Oh.. semua itu berjalan lancar selama berminggu-minggu, dan aku sangat menikmatinya. Sampai.. tiba pada saat aku merasa muak. Muak menjadi gadis rumahan, walaupun implikasinya kulitku bertambah putih saking jarang berlama-lama dibawah sinar matahari langsung.

    Sejak kebosanan yang amat sangat melandaku, jadwalku berantakan. Aku tak pernah menaati jadwal lagi, bahkan membuatnya saja tidak. Bytheway, aku memang jenis manusia yang suka keteraturan, segalanya akan sempurna bagiku dengan sebuah jadwal. Dan jujur saja, aku tak pernah membayangkan seperti ini rasanya bosan di rumah. Padahal aku gadis rumahan yang setia rumah. Sebelum ini, aku tak pernah bermasalah dengan liburan full di rumah, dan menghabiskan masa-masa romantisku dengan buku –novel- juga film.

    Suatu hari setelah kepindahanku, barang-barang di rumah ini bertambah dengan barang-barang pribadiku dari kamar kontrakan lamaku. Aku tak punya semangat untuk membersihkan debunya, memilah-milah mana yang masih terpakai dan tidak, juga menatanya kembali di kamarku –yang kecil, dan semakin disesaki barang-. Saking terlalu banyaknya barang, tiga koper yang berisi baju-bajuku teronggok begitu saja di pinggir kursi ruang tamu. Ah, ruang keluarga sudah tak bisa menampung barang-barang besar seperti itu, terlalu sesak melihatnya. Ruang makan sudah dipenuhi barang imigranku yang lain. Kamarku jelas tidak akan muat dijejali tiga koper, kamar orangtuaku tak mungkin dititipi barang-barang ini, lagipula tidak akan muat. Kamar adikku, jangan ditanya. Menampung barangnya sendiri pun aku kasihan melihatnya, oh kamarnya kecil sekali. Ada satu ruangan yang cukup sebenarnya, tempat segala penyimpanan barang terbengkalai lainnya. Bukan gudang ya! Tapi aku tidak tega menyimpan koper-koperku disana, lagipula nanti akan kupindahkan semua bajunya ke lemariku –yang tentu akan semakin sesak-.

    Ternyata, semua itu tidak kubereskan selama berbulan-bulan. Waktu liburku kali ini benar-benar membuatku menjadi pemalas ulung. Sampai suatu ketika, aku mencoba memulai dari yang tersederhana –daripada tidak, pikirku- yaitu merapikan hanya satu bagian kecil di lemari bajuku yang ukurannya tak terlalu besar. Aku mengerjakannya dengan setengah kemalasan, mulanya. Tetapi lama-lama toh asik juga, semuanya tampak lebih rapi dan rasa stressku –akan kebosanan- mulai berkurang. Kurasa lain kali aku harus melakukan ini sejak subuh, agar hormon kortisolku dapat ditekan jumlahnya yang tentu akan meminimalisir stress, pikirku. Dan ketiku itu selesai, rasanya tanganku tak bisa berhenti untuk merapikan bagian-bagian lainnya, lalu dengan riang dan semangat yang masih membara, aku berlanjut ke bagian-bagian lainnya. Tak cukup sampai disitu, aku buru-buru membongkar isi koperku satu persatu, mengangkut bajuku dari sana dan memindahkannya ke lemari bajuku. Merapikannya, sangat rapi. Bagian baju paling atas dan paling bawah sudah otomatis kumasukan ke ranjang baju kotor, takut akan debunya. Semangat masih menjalar, melihat hasil yang membahagiakan. Dan akhirnya, mereka semua sekarang terlihat sangat rapi dalam lemariku. Dan penuh sesak. Tapi rapi.

    Lalu, dengan rasa capek yang cukup terasa –karena sudah sangat lama sejak terakhir becapek-capek-, aku berlanjut dengan dua box kardus yang berisi buku-buku lamaku, juga pernak-pernik, dan barang-barang lainnya yang biasa terpasang di meja belajar –atau meja mainan-. Bagian ini cukup menyita waktu dan tenaga, karena tak hanya sekedar merapikan. Aku tergopoh-gopoh mengangkat, juga memilah mana kertas atau buku yang tak akan pernah terpakai lagi, dan mana yang masih berharga. Dengan tugas seperti itu, aku juga otomatis membaca, mengenang-ngenang ketika aku dulu berhadapan dengan kertas-kertas itu –entah kertas soal ujian, saringan masuk universitas, piagam penghargaan, rapot SMA yang membuatku cukup gembira, kerangka kasar essai, juga kertas yel-yel kelompok ketika ospek dulu. Semuanya tersimpan dalam arsipku yang segunung. Selain itu, aku harus membersihkan satu persatu kertas dan buku yang tersaring di barang-masih-terpakai. Debunya banyak sekali. Tetapi, masa-masa seperti ini yang capek, terbayar rasanya. Kenangan-kenangan terus berkelebat dalam pikiranku, membuatku tersenyum, bersedih, berbangga, bahkan terkikik. Dan dengan memakan waktu berjam-jam hanya untuk dua kardus sedang, pekerjaanku beres sudah. Aku mulai menata buku-buku dan barang-barangku di kamar yang tak punya lemari besar untuk buku-buku. Yang ada hanya lemari kayu kecil yang tentu saja, sudah tak lagi menyisakan tempat untuk buku-buku imigranku yang tebal-tebal dan besar-besar. Akhirnya, kutumpuk buku-buku itu –yang kebanyakan adalah buku-buku formal pejaran dan text book kedokteran yang besar-besar- di bagian sudut kamarku di atas kursi rias –yang kini sudah gepeng bantalnya karena menahan beban buku-. Aku juga mengoleksi buku-buku yang kuberi tema, have fun –berisi novel, buku sastra, buku cerita anak, dan buku motivasi- di dekat bantal diatas ranjang besar kamarku. Aku menumpuknya, belum tinggi baru dua jengkal lebih.

    Ah, kamarku sekarang sudah sesak. Namun, rapi dan bersih dari debu –dan aku harus terus membersihkan kalau tak mau debunya menebal setiap harinya-. Aku juga senang melihat tumpukan bukuku –walaupun tak banyak-  di kamar yang cukup kecil ini. Komik, novel, textbook, semuanya ditumpuk dan ditata dengan rapi dan indah. Ketika kubuka lemari pakaian, aku juga melihat pemandangan yang serupa, namun lebih ekstrim sesaknya, namun rapi. Dan ya! Satu lagi. Aku menengok ke bawah ranjang, ada sepatu-sepatu tercinta yang dengan setia aku bersihkan setiap beberapa minggu sekali. Terlalu sesak untuk menyimpan berbagai lemari –lemari buku dan lemari sepatu- di kamar ini. Jadi yang kulakukan hanya membuat mereka tertata rapi dan sebisa mungkin tak membuatku jengkel karena mereka memakan banyak tempat -_-.

    Dan, begitulah cerita singkat liburan 2013ku yang biasa saja, namun membuatku bahagia karena aku, dan semua di sekelilingku tentunya anugerah  Tuhan. Semoga segala berkah selalu menyertaiku, keluargaku dan teman-temanku sampai hari-hari ke depan yang lama. Semoga kebahagiaan dan kelancaran selalu ada dalam hidup kami.

    Selamat berbahagia untuk bloggie semua! Kau tahu kan aku meridukan blog ini dan tentu saja kau sebagai pembacanya, tapi aku hanya punya ini untuk dibagi, padahal aku sudah menghilang lama. Semoga cukup untuk menghilangkan rindu kalian padaku dan tulisanku. Mari, berbagi cerita. Juga berbagi bahagia.


    Dariku, Ireneu Lestari yang sebentar lagi bertemu kakak tingkat dan segala keribetan ospek. :D 

  2. 0 comments:

    Post a Comment